Senin, 26 Juli 2010

Tatkala Leukemia Meretas Cinta


Sebuah buku yang sangat mengispirasi, menyentuh dan menggugah semangat saya ketika membacanya. Tentang perjuangan seorang wanita dalam hidupnya. Inilah buku yang menceritakan sisi lain dari Ibu Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan pada masa Pemerintahan SBY periode pertama, Tatkala Leukimia Meretas Cinta.

Seorang Menteri yang mencoba totalitas dalam amanahnya mengemban tugas negara dengan senantiasa berusaha memberikan fasilitas kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia, menghapuskan liberalisasi kapitalisme di bidang kesehatan.

Ketika diagnosa dokter mengatakan bahwa suami tercintanya terkena Acute Myeloblastic Leukimia yang akut dan progresif, lemaslah tubuhnya dan luruhlah hatinya. Antara percaya dan tidak percaya, antara berharap dan putus asa, antara penyesalan dan kepasrahan. Dalam hati beliau berkata :

Andaikan bisa kubalik arah jarum waktuku,
Ingin rasanya kuubah semua cerita hidupku,
Akan kuhapus kenangan-kenangan deritaku,
Kulipat catatan kesedihan, dan
kurajut cinta semulus beludru.
Oh Tuhan, pantaskah Aku merengek kepada-Mu ?
Padahal telah demikian banyak Engkau limpahkan karuniaMu padaku.
Maafkanlah diriku ya Allah.
Kalau saya mengangis, bukan karena tidak mau menerima takdir-Mu.
Saya hanya tidak pernah membayangkan, bahwa pada saat saya merasa bahwa dia ada di sisiku, akan Kau ambil dia dariku.

Prof Ary , dokter khusus yang menangani Mas Pari mengatakan bahwa diagnosis seperti ini, tindak lanjutnya adalah :
Pertama, chemo therapy. Cara ini sangat berat, dimana pasien harus ditempatkan di ruang isolasi berdinding kaca. efek sampingnya adalah badan sakit, mual-mual, tidak karuan (walaupun tidak diobati), rambut kepala akan rontok.
Kedua, dengan Palliative therapy artinya tidak diobati. Tetapi pasien dipertahankan agar kondisi tubuhnya dalam titik equilibrium dan kondisinya senyaman mungkin menghadapi akhir hidupnya.

Tangis Bu Siti pun merebak ketika itu, dichemotherapy atau tidak, semuanya membuat suaminya menderita dan tersiksa. Penyesalannya yang cukup mendalam karena selama ini dia seperti tidak membutuhkan suaminya, apalagi sejak menjabat sebagai Menteri Kesehatan di negeri ini. Bu Siti telah meminta ijin suaminya untuk mengurus kesehatan 220 juta rakyat Indonesia. Segala perhatian dan kepeduliannya tercurah untuk rakyat dan negara. Namun Mas Pari (panggilan Bu Siti untuk suaminya) tetap sabar dan tegar,

Berbeda dengan Sang istri, Mas Pari justru tersenyum ketika mendengar vonis dari dokter, seakan-akan dia sudah siap dengan semua ini.

Meskipun demikian Bu Siti harus tetap kuat, dia harus tetap fokus dalam menjalankan rutinitasnya yang sudah pasti sangat sibuk dan membutuhkan tenaga ekstra disamping harus tetap mendampingi suami tercintanya. Seringkali pikiran dan hatinya terasa sesak setiap kali memikirkan keadaan suaminya. Beliau tidak boleh terlihat sedih ataupun lelah di depan suaminya, katanya,
Ketegaran menghadapi permasalahan, adalah harga diri yang tak tergantikan.
Ketegaran menghadapi kesedihan, adalah keperkasaan.
Ketegaran untuk menegarkan orang yang dicintainya adalah suatu keindahan.

Dalam berbagai kegiatannya, saya terkesan dengan salah satu pidatonya ketika menghadiri pertemuan aktivis kampus FKUI dalam bidang kajian. Pidatonya yang membuat audience pada waktu itu (termasuk saya yang membaca buku ini) merasa tergugah, beliau mengatakan,

‘’Wahai para mahasiswa tulang punggung bangsa. Tugasmu bukan hanya mencari ilmu untuk diri kamu sendiri. Anda adalah harapan bangsa kita, untuk menjadi garda pembangunan bangsa ini ke depan agar dapat mewujudkan negara Indonesia yang adil dan sejahtera. Berpikirlah kritis apa yang harus diubah dari negeri ini bila kita ingin mengubah, apa yang harus dikuatkan dari negeri ini bila kita ingin menguatkan. Hidupkan kehidupan kampus yang kritis, dinamis serta berpikir positif, bangun ayo bangun. Demonstrasi bukan suatu yang harus dihindari. Tetapi demonstrasi tidak harus turun ke jalan. Menghidupkan critical thinking dari apa yang terjadi di negeri ini lebih penting dan kalau perlu diteruskan ke Mahkamah Konstitusi bila ada UU ternyata mencelakakan negeri ini. ‘’

Hasil Survey pada akhir tahun pemerintahan SBY periode pertama, tentang kinerja menteri, Ibu Siti Fadilah Supari mendapat nilai tertinggi diantara Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu. Depkes menjadi salah satu dari 5 departemen yang mempunyai integritas tertinggi dengan tingkat kepuasan masyarakat sebanyak 80%, merupakan angka tertinggi diantara Departemen yang lain. Dalam rasa syukurnya Bu Siti berbisik dalam hati,yang beliau tulis dalam buku ini,

“Terimakasih Ya Allah, saya bekerja karena Engkau, bukan untuk mendapatkan segala penghargaan ini dan bila ternyata masyarakat merasakan pekerjaan saya, benar-benar saya yakin ini terjadi karena Engkau berkehendak. Tolonglah saya ya Allah jangan saya menjadi ujub karenanya, teguhkanlah iman saya, jangan terbelokkan dengan hal-hal yang bukan tujuan ibadah saya kepadaMu ya Allah”
Suaminya merasa sangat bangga dan berbahagia, tampaknya dia merasa pengorbanannya selama ini tidak sia-sia.

Betapa berat perjuangan baik secara fisik maupun psikis yang dilakukan Bu Siti waktu itu, antara memprioritaskan suami yang sangat dicintainya dengan rakyat Indonesia yang juga sangat tidak mungkin beliau acuhkan. Dalam kondisi seperti itu, beliau sempat mengalami sakit mata karena cystoids macular edema yang kambuh akibat sering menangis dan jarangnya tidur, hingga harus dioperasi dan diobati dengan menyuntikkan avastin pada bola matanya, dan itu sakitnya luar biasa. Dalam keadaan sakit pun, dia masih memenuhi seruan amanahnya dari Presiden ketika beliau harus menemani Presiden dan ibu negara untuk ikut membantu korban Situ Gintung pada waktu itu. Subhanalloh….sosok yang jarang sekali ditemui, loyalitas kepada amanahnya yang luar biasa. Karena beliau merasa, sejak menjadi Menteri, tubuh dan pikirannya bukan untuk dirinya lagi tapi untuk umat manusia di Indonesia.

* Tak terasa air mataku menetes membaca kisahnya *

Bekonang, 26 juli 2010
Sumber : Aptika Otd

Tidak ada komentar:

Coba

Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al-Baqarah: 153)

Daftar Isi

Widget By: [Dunia-Blogger]