Jumat, 27 November 2009

Spirit of me

PagI nie, sktar jm 5 pagI. HaNif dpt sms dr temen yg isix, "Assalamualaykum..
Sahabatq, tanggungjawab antUm memang tak mudah,,
bahkan cenderung berat..
Tapi apakah anti pnh bpikir 'knapa aq mau??'

Bahkan antUm sendiri tkadang mpertanyakan ap manfaatnya u/diri antUm??

Ktahuilah sahabatq, itulah antUm,,
org2 langka yg mau bkorban bukan u/ diri sendiri saja..
Tetaplah istiqomah, hari2 baik mnanti qt.."

Subhanallah, mbCa SMs it bs mbwat hAnif Tersenyum Simpul, trlbh lg jd bs mMbwt smgadh dakwah bs mkn ad lg.
Kmrn smpet ngdr0p,
MDh2An nie msh jd ptnjuk lo sbnrx q msh d bthkn d sni. . Smgadh hAnif

All my Friend, mksh byk. . LuV U c0z Allah. .

Rabu, 28 Oktober 2009

Abu Hanifah Yang Taat

Di tulisan ini saya terinspirasi dari kisah Abu hanifah, mungkin cerita selengkapnya bisa dibaca pada larik bawah ini.
Dalam penjara, ulama besar itu setiap hari mendapat siksaan dan pukulan. Abu Hanifah sedih sekali. Yang membuatnya sedih bukan karena siksaan yang diterimanya, melainkan karena cemas memikirkan ibunya. Beliau sedih kerena kehilangan waktu untuk berbuat baik kepada ibunya.

Setelah masa hukumannya berakhir, Abu Hanifah dibebaskan. Ia bersyukur dapat bersama ibunya kembali.

"Ibu, bagaimana keadaanmu selama aku tidak ada?" tanya Abu Hanifah.

"Alhamdulillah......ibu baik-baik saja," jawab ibu Abu Hanifah sambil tersenyum.

Abu Hanifah kembali menekuni ilmu agama Islam. Banyak orang yang belajar kepadanya. Akan tetapi, bagi ibu Abu Hanifah ia tetap hanya seorang anak. Ibunya menganggap Abu Hanifah bukan seorang ulama besar. Abu Hanifah sering mendapat teguran. Anak yang taat itu pun tak pernah membantahnya.

Suatu hari, ibunya brtanya tentang wajib dan sahnya shalat. Abu Hanifah lalu memberi jawaban. Ibunya tidak percaya meskipun Abu Hanifah berkata benar.

"Aku tak mau mendengar kata-katamu," ucap ibu Hanifah. "Aku hanya percaya pada fatwa Zar'ah Al-Qas," katanya lagi.

Zar'ah Al-Qas adalah ulama yang pernah belajar ilmu hukum Islam kepada Abu Hanifah." Sekarang juga antarkan aku ke rumahnya,"pinta ibunya.

Mendengar ucapan ibunya, Abu Hanifah tidak kesal sedikit pun. Abu Hanifah mengantar ibunya ke rumah Zar'ah Al-Qas.

"Saudaraku Zar'ah Al-Qas, ibuku meminta fatwa tentang wajib dan sahnya shalat," kata Abu Hanifah begitu tiba di rumah Zar'ah Al-Qas.

Zar'ah Al-Qas terheran-heran kenapa ibu Abu Hanifah harus jauh-jauh datang ke rumahnya hanya untuk pertanyaan itu? Bukankah Abu Hanifah sendiri seorang ulama? Sudah pasti putranya itu dapat menjawab dengan mudah.

"Tuan, Anda kan seorang ulama besar? kenapa Anda harus datang padaku?" tanya Zar'ah Al-Qas.

"Ibuku hanya mau mendengar fatwa dari anda," sahut Abu Hanifah.

Zar'ah tersenyum," baiklah, kalau begitu jawabanku sama dengan fatwa putra anda," kata Zar'ah Al-Qas akhirnya.

"Ucapkanlah fatwamu," kata Abu Hanifah tegas.

Lalu Zar'ah Al-Qas pun memberikan fatwa. Bunyinya sama persis dengan apa yang telah diucapkan oleh Abu Hanifah. Ibu Abu Hanifah bernafas lega.

"Aku percaya kalau kau yang mengatakannya," kata ibu Abu Hanifah puas. Padahal, sebetulnya fatwa dari Zar'ah Al-Qas itu hasil ijtihad (mencari dengan sungguh-sungguh) putranya sendiri, Abu Hanifah.

Dua hari kemudian, ibu Abu Hanifah menyuruh putranya pergi ke majelis Umar bin Zar. Lagi-lagi untuk menanyakan masalah agama. Dengan taat, Abu Hanifah mengikuti perintah ibunya. Padahal, ia sendiri dapat menjawab pertanyaan ibunya dengan mudah.

Umar bin Zar merasa aneh. Hanya untuk mengajukan pertanyaan ibunya, Abu Hanifah datang ke majelisnya.

"Tuan, Andalah ahlinya. Kenapa harus bertanya kepada saya?" kata Umar bin Zar.

Abu Hanifah tetap meminta fatwa Umar bin Zar sesuai permintaan ibunya.

"Yang pasti, hukum membantah orang tua adalah dosa besar," kata Abu Hanifah.

Umar bin Zar termangu. Ia begitu kagum akan ketaatan Abu Hanifah kepada ibunya.

"Baiklah, kalau begitu apa jawaban atas pertanyaan ibu Anda?"

Abu Hanifah memberikan keterangan yang diperlukan.

"Sekarang, sampaikanlah jawaban itu pada ibu anda. Jangan katakan kalau itu fatwa anda,"ucap Umar bin Zar sambil tersenyum.

Abu Hanifah pulang membawa fatwa Umar bin Zar yang sebetulnya jawabannya sendiri. Ibunya mempercayai apa yang diucapkan Umar bin Zar.

Hal seperti itu terjadi berulang-ulang. Ibunya sering menyuruh Abu Hanifah mendatangi majelis-majelis untuk menanyakan masalah agama. Abu Hanifah selalu menaati perintah ibunya. Ibunya tidak pernah mau mendengar fatwa dari Abu Hanifah meskipun beliau seorang ulama yang sangat pintar.

4 Madzhab dalam Ilmu Fiqih

Ahlussunnah wal Jama’ah berhaluan salah satu Madzhab yang empat. Seluruh ummat Islam di dunia dan para ulamanya telah mengakui bahwa Imam yang empat ialah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal telah memenuhi persyaratan sebagai Mujtahid. Hal itu dikarenakan ilmu, amal dan akhlaq yang dimiliki oleh mereka. Maka ahli fiqih memfatwakan bagi umat Islam wajib mengikuti salah satu madzhab yang empat tersebut.
Madzhab Hanafi
Dinamakan Hanafi, karena pendirinya Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit. Beliau lahir pada tahun 80 H di Kufah dan wafat pada tahun 150 H. Madzhab ini dikenal madzhab Ahli Qiyas (akal) karena hadits yang sampai ke Irak sedikit, sehingga beliau banyak mempergunakan Qiyas.
Beliau termasuk ulama yang cerdas, pengasih dan ahli tahajud dan fasih membaca Al-Qur’an. Beliau ditawari untuk menjadi hakim pada zaman bani Umayyah yang terakhir, tetapi beliau menolak.
Madzhab ini berkembang karena menjadi madzhab pemerintah pada saat Khalifah Harun Al-Rasyid. Kemudian pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur beliau diminta kembali untuk menjadi Hakim tetapi beliau menolak, dan memilih hidup berdagang, madzhab ini lahir di Kufah.
Madzhab Maliki
Pendirinya adalah Al-Imam Maliki bin Anas Al-Ashbahy. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Beliau sebagai ahli hadits di Madinah dimana Rasulullah SAW hidup di kota tersebut.
Madzhab ini dikenal dengan madzhab Ahli Hadits, bahkan beliau mengutamakan perbuatan ahli Madinah daripada Khabaril Wahid (Hadits yang diriwayatkan oleh perorangan). Karena bagi beliau mustahil ahli Madinah akan berbuat sesuatu yang bertentangan dengan perbuatan Rasul, beliau lebih banyak menitikberatkan kepada hadits, karena menurut beliau perbuatan ahli Madinah termasuk hadits mutawatir.
Madzhab ini lahir di Madinah kemudian berkembang ke negara lain khususnya Maroko. Beliau sangat hormat kepada Rasulullah dan cinta, sehingga beliau tidak pernah naik unta di kota Madinah karena hormat kepada makam Rasul.
Madzhab Syafi’i
Tokoh utamanya adalah Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghuzzah pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.
Beliau belajar kepada Imam Malik yang dikenal dengan madzhabul hadits, kemudian beliau pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang dikenal sebagai madzhabul qiyas. Beliau berikhtiar menyatukan madzhab terpadu yaitu madzhab hadits dan madzhab qiyas. Itulah keistimewaan madzhab Syafi’i.
Di antara kelebihan asy-Syafi’i adalah beliau hafal Al-Qur’an umur 7 tahun, pandai diskusi dan selalu menonjol. Madzhab ini lahir di Mesir kemudian berkembang ke negeri-negeri lain.
Madzhab Hanbali
Dinamakan Hanbali, karena pendirinya Al-Imam Ahmad bin Hanbal As-Syaebani, lahir di Baghdad Th 164 H dan wafat Th 248 H. Beliau adalah murid Imam Syafi’i yang paling istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam Syafi’i pergi ke Mesir.
Menurut beliau hadits dla’if dapat dipergunakan untuk perbuatan-perbuatan yang afdal (fadlailul a'mal) bukan untuk menentukan hukum. Beliau tidak mengaku adanya Ijma’ setelah sahabat karena ulama sangat banyak dan tersebar luas.

Dialog Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah pernah bercerita : "Ada seorang ilmuwan besar dari kalangan bangsa Romawi, tapi ia orang kafir.
Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, yaitu Hammad guru Abu Hanifah, oleh karena itu dia segan bila bertemu dengannya.
Pada hari kedua, manusia berkumpul di masjid, orang kafir itu naik mimbar dan mau mengadakan tukar pikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam.
Di antara shof-shof masjid bangun seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah, dan ketika sudah berada dekat depan mimbar, dia berkata :"Inilah saya, hendak tukar pikiran dengan tuan".
Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karena mudanya.
Namun dia pun angkat bicara :"Katakan pendapat tuan!".
Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah,
lalu bertanya :"Masuk akalkah bila dikatakan bahwa ada pertama yang tidak apa-apanya sebelumnya?".
"Benar, tahukah tuan tentang hitungan?", tanya Abu Hanifah.
"Ya".
"Apa itu sebelum angka satu?".
"Ia adalah pertama, dan yang paling pertama.
Tak ada angka lain sebelum angka satu", jawab sang kafir itu.
"Demikian pula Allah Swt". "Di mana Dia sekarang? Sesuatu yang ada mesti ada tempatnya", tanya si kafir tersebut.
"Tahukah tuan bagaimana bentuk susu?".
"Ya".
"Adakah di dalam susu itu keju?".
"Ya".
"Di mana, di sebelah mana tempatnya keju itu sekarang?", tanya Abu Hanifah.
"Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu!", jawab ilmuwan kafir itu.
"Begitu pulalah Allah, tidak bertempat dan tidak ditempatkan", jelas Abu Hanifah.
"Ke arah manakah Allah sekarang menghadap? Sebab segala sesuatu pasti punya arah?", tanya orang kafir itu.
"Jika tuan menyalakan lampu, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?", tanya Abu Hanifah.
"Sinarnya menghadap ke semua arah".
"Begitu pulalah Allah Pencipta langit dan bumi".
"Ya! Apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?".
"Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah.
Ilmuwan kafir itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.
"Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?". Ilmuwan kafir mengangguk.
"Pekerjaan-Nya sekarang, ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang kafir seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mu`min di lantai, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu".
Para hadirin puas dan begitu pula orang kafir itu.

Model Keluarga Muslim (Pernikahan untuk ibadah)

1.Ketika akan menikah,
Janganlah mencari isteri, tapi carilah ibu bagi anak-anak kita
Janganlah mencari suami, tapi carilah ayah bagi anak-anak kita
2.Ketika Melamar
Anda bukan sedang meminta kepada orang tua/wali wanita, tetapi meminta kepada allah melalui orang tua/wali wanita
3.Ketika akad menikah
Anda berdua bukan menikah di hadapan penghulu, melainkan menikah di hadapan Allah
4.Ketika resepsi pernikahan
Catat dan hitung semua tamu yang dating untuk mendo’akan anda, karena anda harus berpikir untuk mengundang mereka semua dan meminta maaf apabila anda berfikir untuk bercerai karena menyia-nyiakan do’a mereka.
5.Sejak malam pertama
Bersyukur dan Bersabarlah
Karena anda adalah sepasang anak manusia, bukan sepasang malaikat
6.Selama menempuh hidup berkeluarga
Sadarilah bahwa jalan yang ditempuh tidak hanya jalan bertabur bunga, ada kalanya semak belukar yang penuh duri.
7.Ketika Perpecahan
Jangan saling berlepas tangan, tapi justru sebaliknya semakin erat berpegangan tangan
8.Sebagai Seorang suami dan isteri
Suami : boleh bermanja-manja kepada isteri tapi jangan lupa untuk bangkit secara bertanggung jawab apabila isteri membutuhkan pertolongan
Isteri : Tetaplah berjalan dengan gemulai dan lemah lembut, tetapi selalu berhasil menyelesaikan pekerjaan
9.Ekonomi
Belum membaik : Yakinlah bahwa pintu rezeki akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami dan isteri.
Alhamdulillah baik : jangan melupakan akan jasa pasangan hidup anda yang senantiasa mendampingi kita semasa kesusahan
10.Anak
Saat mempunyai anak : Jangan bagi cinta anda kepada suami/isteri, maupun anak anda, tapi cintailah isteri/suami 100% dan masing-masing anak 100%
Belum punya anak : Cintailah suami/isteri anda 100%
Mendidik anak : jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur kepada anak
Anak bermasalah : yakinlah bahwa tidak ada seorang anakpun yang tidak mau bekerja sama dengan orangtua, yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tuanya.
11.Masalah orang ketiga
Ada PIL : jangan diminum, cukuplah suami sebagai obat
Ada WIL : jangan dituruti, cukuplah isteri sebagai pelabuhan hati
12.Ketika memilih potret keluarga
Pilihlah potret keluarga sekolah yang berada dalam proses pertumbuhan menuju potret keluarga masjid (islami)
13.Untuk Harmonis
Gunakan 7K : Ketakwaan, Kasih sayang, Kesetiaan, ketebukaan, Kejujuran, Komunikasi, Kedisiplinan


Semoga kita menjadi keluarga yang sakinah. .

Coba

Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al-Baqarah: 153)

Daftar Isi

Widget By: [Dunia-Blogger]